Jumat, 06 Maret 2015

Cara Membuat Topeng Dari Kayu

  Pada artikel sebelumnya saya sudah berbagi bagaimana cara membuat kerajinan topeng berbahan dasar tanah. Nah pada artikel kali ini saya ingin berbagi pada teman-teman bagaimana cara membuat kerajinan topeng dengan bahan dasar kayu.

Jenis kayu sebagai bahan pembuat topeng yang kita kenal selama ini sangat beragam. Salah satu jenis kayu yang paling umum dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan topeng kayu yaitu kayu sengon dan kayu pule, karena jenis kedua kayu ini relatif lebih mudah untuk didapat serta mudah juga dalam proses mengukir selain itu kayu jenis ini juga bagus untuk dibuat topeng batik.

Setelah kita tahu kayu yang digunakan dalam pembuatan topeng kayu, sekarang saya akan mengajak teman-teman mengetahui alat dalam pembuatan topeng kayu ini

  1. Gergaji : biasa digunakan untuk memotong kayu

  2. Alat pahat: untuk membentuk sebuah kayu menjadi sebuah bentuk yang diinginkan

  3. Bor: untuk mempermudah dalam proses melubangi kayu

  4. Lem kayu : lem digunakan untuk perekat, jika pada proses pemahatan ada kayu yang patah

  5. Amplas : untuk menghaluskan kayu yang telah diukir

Setelah kita tahu apa saja alat yang digunakan dalam proses pembuatan topeng kayu, kini saatnya kita lihat bagaimana proses pembuatann

  1. Mari kita siapkan bahan baku yaitu berupa kayu

  2. Potong kayu sesuai ukuran yang diinginkan menggunakan gergaji

  3. Ukir pola dasar untuk membentuk mata, hidung, mulut dan motif tambahan lainnya menggunakan alat pahat, hingga berbentuk sesuatu yang anda inginkan

  4. Setelah diukir, maka haluskan kayu yang telah diukir tadi dengan amplas.

  5. Finishing, yaitu pemberian warna pada topeng agar karakter dari topeng bisa terlihat, baik itu dengan warna biasa maupun pewarnaan berupa batik.

Pembuatan Topeng Secara Langsung


Selasa, 17 Februari 2015, 07:16 WIB
Komentar : 0
Gunungkidulkab.go.id
Pengrajin topeng Gunung Kidul

A+ | Reset | A-
REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Kerajinan topeng tokoh wayang bermotif batik di Desa Wisata Bobung, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta mampu menembus pasar mancanegara. Padahal, proses produksi masih dilakukan secara manual, tradisional, dan rumahan.

"Saat ini pemasaran topeng wayang batik maupun boneka kayu sudah mampu menembus pasar Asia, Eropa dan Amerika," kata perajin topeng batik Sujiman, Senin (16/2).

Menurut dia, selama ini pesanan dari pasar internasional memang cukup banyak terutama untuk topeng batik. "Pemasaran ke pasar internasional memang masih melalui agen, dalam satu bulan rata-rata bisa mencapai ratusan topeng berbagai bentuk dan ukuran," katanya.

Ia mengatakan, untuk memenuhi pemesanan topeng batik baik untuk pasar dalam negeri maupun mancanegara, dirinya mempekerjakan 20 orang yang berasal dari warga sekitarnya. "Rata-rata satu orang sehari mampu membuat sekitar 20 topeng. Tenaga pria lebih banyak sebagai pemahat patung dan topeng, sedangkan perempuan mengecat serta membatik topeng," katanya.

Sujiman mengatakan, untuk harga patung maupun topeng sangat bervariasi mulai dari harga Rp10 ribu hingga ratusan ribu rupiah tergantung model dan ukurannya. "Kalau yang kecil-kecil harganya Rp 10 ribu, tapi kalau yang besar dan pembuatannya cukup rumit harganya bisa sampai Rp 500,-.

SOSOK RAHWANA DALAM TARI TOPENG


Tidak ada yang tahu pasti siapa yang pertama kali menciptakan tari topeng kelana. Yang pasti, tari ini sudah ada sejak zaman Kerajaan Singasari. Hal tersebut salah satunya dibuktikan oleh adanya catatan dalam Kitab Negara Kertagama yang menggambarkan Raja Hayam Wuruk sedang menari dengan menggunakan topeng yang terbuat dari emas.

Berdasarkan sumber tersebut, dahulu tari topeng kelana diyakini sebagai tari yang hanya dipentaskan di dalam lingkungan kerajaan. Tari ini dibawakan oleh raja dan hanya dipertontonkan kepada perempuan dalam lingkungan kerajaan, seperti para istri raja, mertua, hingga ipar perempuan raja. Karenanya, dahulu tari topeng kelana dinilai lebih bersifat spiritual daripada sebagai hiburan. Secara umum, tari topeng kelana terdiri dari dua bagian utama, yaitu bagian baksarai dan ngedok. Baksarai merupakan pementasan tari ketika belum mengenakan topeng, sedangkan ngedok merupakan bagian saat para penari sudah mengenakan topeng. Tari topeng kelana biasanya dipentaskan oleh laki-laki, tapi pakem tersebut telah berubah. Sejalan dengan perkembangannya, kini perempuan juga banyak yang mementaskan tarian topeng kelana. Tari topeng kelana biasa dipentaskan oleh 4-6 orang penari. Gerakan dalam tari ini cenderung energik dan bersemangat, tapi tetap memerlukan keluwesan untuk bisa mementaskannya. Dilihat dari gerakan dan topeng yang dikenakan, tari ini merupakan penggambaran seseorang yang berperilaku buruk, serakah, arogan layaknya tokoh Rahwana dalam pewayangan.

Banyak yang percaya bahwa tari topeng kelana merupakan tari yang sudah ada di kalangan istana raja-raja di Pulau Jawa sebelum kemudian berkembang di daerah Cirebon.

Di kalangan masyarakat Cirebon, tari topeng kelana merupakan tari yang boleh dipentaskan oleh siapa saja. Fungsi tari ini menjadi sarana hiburan. Dengan iringan musik gojing yang meriah dan bersemangat, tari topeng kelana menjadi pementasan yang ciamik untuk ditonton. 

Sentilan Politik Dalam Tari Topeng

     ''Tari topeng sekarang bisa ditampilkan untuk promosi KB (keluarga berencana), sentilan politik, dan selipan misi yang lain. Di tarian ini ada celah untuk menyelipkan pesan. Tariannya sendiri bisa sampai tiga jam karena banyak tarian rakyatnya juga,” ujar pimpinan Lembaga Kesenian Bali Saraswati, I Gusti Kompiang Raka, seusai pertunjukan Drama Tari Topeng Sidakarya di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta, Minggu (6/7/2014).

Drama tari topeng itu mengisahkan seorang raja yang memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Kisah itu juga berupa doa yang didengungkan demi kesuksesan.

Dalam perkembangannya, tari topeng banyak imbuhan-imbuhan dan disebut topeng perembon. ”Tari topeng sangat terbuka. Bahkan bisa juga di dalamnya ada perempuan menyanyi. Makanya, tari ini bisa dipentaskan di mana-mana tanpa mengubah cerita rakyatnya,” kata Kompiang.

Dalam pementasan Minggu, tiga pemain topeng, yakni I Wayan Arnawa, Anak Agung Susila Panji, dan Gusti Ngurah Udi Utawan, menarikan topeng Sidakarya dengan memadukan tarian magis dengan sentilan kocak. Di tengah pertunjukan, ketiga karakter topeng memperbincangkan karakter pemimpin.

”Kalau pemimpin zaman dulu itu bijaksana karena dulu para penasihatnya juga luar biasa, ada kiai, ada begawan. Kalau sekarang penasihatnya ingin mencari jabatan,” kata Wayan disambut tepuk tangan penonton.

Agung lantas mengomentari kemajemukan di Indonesia yang terjadi karena warga mencintai negerinya. ”Semua orang bisa berkumpul, dari yang bajunya setengah sampai yang berjilbab,” katanya. Obrolan beringsut pada tema pendidikan berbasis karakter. ”Kita harus paham karakter suku-suku bangsa sehingga tidak berantem. Kalau saling memahami pasti rukun,” kata Wayan.

Obrolan santai itu terpotong oleh adegan sang raja yang dengan kewibawaannya turun mendatangi rakyat. Raja akan mengadakan upacara besar untuk memohon kepada Tuhan supaya masyarakat mendapatkan kesejahteraan. Pesannya, politik itu jangan diperdaya dan memperdayai tetapi harus berbudaya. Doa semua umat akan meleburkan hal-hal negatif untuk keselamatan kita semua.

Ragam topeng

Dalam drama tari topeng, topeng merupakan penutup wajah imaji tokoh-tokoh. Ada dua jenis topeng. Topeng bungkulan, yakni topeng dengan mulut ditutup rapat, tidak bisa berdialog. Kedua ialah topeng sibakan, yakni topeng yang menutupi sebagian wajah. Karakter topeng dapat berdialog karena mulutnya tidak ditutup.

Tarian di Bali awalnya digunakan untuk upacara ritual. Dalam perkembangannya, tarian lalu ditampilkan sebagai tontonan. Semua orang boleh menarikannya.

”Tarian Bali bebas dipelajari. Ada orang Italia yang pintar menarikan tari topeng, bagus. Namun kalau soal magisnya, itu yang sulit didapat,” kata Kompiang.

Menurut Kompiang, ada tiga jenis tari topeng berdasarkan fungsinya. Pertama, tari topeng wali yang hanya ditarikan untuk upacara. Kedua, topeng bebali ditampilkan untuk upacara adat dan pertunjukan. Ketiga, tari balih-balihan, tarian yang hanya untuk tontonan.

”Yang kami tampilkan ini termasuk bebali, tontonan tetapi masih ada ritualnya,” kata Kompiang.

Tari topeng kadang ditampilkan hanya oleh satu pemain, yang bisa memainkan 16 karakter sekaligus, disebut topeng pajegan. Ada tarian yang dimainkan tiga orang, lima orang (panca), hingga tujuh orang (sapta).

”Satu orang bisa bercerita tentang leluhur orang Bali. Topeng atau disebut tapel itu juga macam-macam jenisnya, ada tapel barong, tapel rangga. Topeng yang awal, tentang orang yang bijaksana, yang memberikan tuntunan untuk generasi berikutnya,” kata Kompiang.

Kompiang menambahkan, semua drama tari di Bali induknya ialah tari gambuh. ”Tari gambuh mulai punah dan hanya ditarikan saat upacara kerajaan. Tari topeng induknya juga tari gambuh,” katanya.

Agar tidak punah dan terus populer, tari topeng perlu dipentaskan di ruang yang lebih luas. ”Seperti pentas di mal. Ini bagus supaya anak-anak di mal bisa melihat,”.

Arkeologi Topeng

TOPENG

  Topeng merupakan benda yang akrab dengan kehidupan manusia dengan rentang waktu yang sangat panjang, yaitu sejak masa prasejarah hingga saat ini. Sifatnya pun universal, hampir di semua belahan dunia mengenal topeng. Bahan topeng pun bermacam-macam, mulai dari logam (emas, perak, perunggu), kayu, kulit, tanah liat, bahkan batu. Lukisan warna-warni pada wajah seseorang menurut beberapa ahli juga dapat dikategorikan sebagai topeng. Artinya, topeng selalu dikaitkan dengan fungsi sebagai penutup wajah, dengan alasan yang berbeda-beda, mulai dari religi, sosiologis, hingga kesenian dan tontonan.
Pemakaian topeng dalam konteksnya sebagai ritual dalam berbagai upacara-upacara primodial di beberapa Suku Bangsa Indonesia mula-mula dimaksudkan untuk menyembunyikan identitas pemakainya, agar tidak dikenal oleh peserta upacara. Hal tersebut disebabkan pemakainya menjadi perantara antara dunia roh dengan manusia. Kehadiran roh nenek moyang dalam topeng berarti pemulihan hubungan kedua dunia tersebut. Pada masa prasejarah, topeng berfungsi sakral dan digunakan sebagai sarana dalam pemujaan terhadap roh/arwah nenek moyang. Upacara ritual pada masa prasejarah berkaitan dengan topeng atau kedok adalah pemujaan, upacara kesuburan, dan upacara kematian atau penguburan. Bukti-bukti arkeologis tentang topeng atau kedok pada masa prasejarah antara lain berupa hiasan pada tempayan, kendi, nekara, kapak perunggu, kalamba, dan lukisan pada dinding gua (batu cadas). Kesemuan penggambaran topeng tersebut erat kaitannya dengan pemujaan terhadap roh nenek moyang. Sebagai bekal kubur, topeng selain sebagai simbol perubahan identitas dari manusia biasa menjadi roh yang dipuja, juga sebagai lambang keabadian sehingga dipercaya tetap hidup bersama masyarakat yang ditinggalkan. Oleh karena itu, sosok yang dikubur dengan dibekali topeng apalagi dari emas, tentu saja merupakan tokoh yang sangat terpandang dan berpengaruh, bahkan mungkin seorang pemimpin suku atau kelompok. 
Selanjutnya bukti arkeologis pada masa pengaruh Hindu-Buddha, topeng disebutkan dalam prasasti dan diwujudkan dalam relief, kala pada gerbang candi, dan topeng dari emas, kayu, kulit binatang, tanah liat, dan batu. Pada masa Hindu-Buddha ini fungsi topeng lebih beragam tidak semata difungsikan sakral sebagai bagian dari upacara ritual saja, namun lambat laun difungsikan dalam seni pertunjukan sebagai tontonan yang bersifat sekular. Meskipun demikian ciri-ciri ritualnya tidak seluruhnya hilang. Perkembangan tersebut terus berlangsung sampai pada masa tumbuhnya kerajaan Islam. Topeng tetap berkembang baik dari teknologinya maupun fungsinya. Pada masa awal tumbuhnya kerajaan-kerajaan Islam, topeng juga digunakan sebagai sarana ritual utamanya berkait dengan cerita-cerita Topeng Panji. Selain fungsi sebagai tontonan dan tuntunan yang lebih bersifat sekular berkembang pesat.
Selama manusia masih berkarya, berkarsa, dan mencipta, topeng tidak akan pernah berhenti berkembang. Topeng identik dengan watak dan karakter manusia, sebab pada dasarnya topeng adalah manusia itu sendiri. Dalam topeng tersimpan berbagai watak manusia, baik buruk, dan warna warni wajah yang terpancar sebagai luapan emosi manusia. Karenanya perkembangan topeng, pada dasarnya tidak akan mati ditelan ruang dan waktu. Topeng merupakan misteri dan keunikan yang bertahan dan kekal. Meskipun terjadi pergeseran fungsi dari sakral menjadi sekular dan kembali ke sakral, begitu seterusnya namun secara tegas batas itu tidak dapat ditentukan. Pada saat sekarang inipun perkembangan topeng terus berlangsung baik dari segi teknik pembuatan, fungsi, maupun kreativitas seniman. Perkembangan fungsi topeng dewasa ini pun pada suku-suku etnis di negeri tercinta ini, ada yang masih kental juga dengan ritual dan kemagisan. Dalam teknik pembuatan pun, topeng memerlukan rangkaian ritual yang tidak dapat dilakukan pada sembarang orang dan sembarang waktu.
Kreativitas para seniman pun tidak pernah berhenti dalam mengembangkan teknologi dan fungsi topeng. Di luar tujuan ritual, topeng berkembang menjadi sangat pesat berkait dengan pertunjukan dan tontonan. Dari tarian dengan iringan musik baik tradisional maupun modern, pertunjukan kreasi baru, film, sampai pada mainan topeng dikreasi sedemikian rupa. Masih terlalu banyak kreasi yang dapat dikembangkan berkaitan dengan topeng yang pada dasarnya menutupi identitas sebenarnya pemakai topeng. Namun, fungsinya yang menutupi identitas pemakai, topeng dapat disalahgunakan dalam kejahatan. Karenanya buka dulu topengmu untuk menampilkan siapa diri sebenarnya, itulah makna topeng sebagai alat penutup.

Kamis, 05 Maret 2015

Bahan Dan Cara membuat Topeng

Dari Kayu:Bahan-bahan:1. Gergaji: digunakan untuk memotong kayu.
2. Alat pahat: untuk membentuk sebuah kayu menjadi sebuah bentuk yang diinginkan.
3. Bor: untuk mempermudah dalam proses melubangi kayu.
4. Lem kayu: lem digunakan untuk perekat, jika pada proses pemahatan ada kayu yang patah.
5. Amplas: untuk menghaluskan kayu yang telah diukir.

Cara Pembuatan:
1. Mari kita siapkan bahan baku yaitu berupa kayu.
2. Potong kayu sesuai ukuran yang diinginkan menggunakan gergaji.
3. Ukir pola dasar untuk membentuk mata, hidung, mulut dan motif tambahan lainnya menggunakan alat pahat, hingga berbentuk sesuatu yang anda inginkan.Setelah diukir, maka haluskan kayu yang telah diukir tadi dengan amplas.
4. Finishing, yaitu pemberian warna pada topeng agar karakter dari topeng bisa terlihat, baik itu dengan warna biasa maupun pewarnaan berupa batik.

Selamat Mencoba :D :)

Sedikit Sejarah Mengenai Tarian Topeng Yang Ada Di Cirebon

      Tari topeng adalah salah satu tarian tradisional yang ada di Cirebon. Tari ini dinamakan tari topeng karena ketika beraksi sang penari memakai topeng. Konon pada awalnya, Tari Topeng diciptakan oleh sultan Cirebon yang cukup terkenal, yaitu Sunan Gunung Jati. Ketika Sunan Gunung Jati berkuasa di Cirebon, terjadilah serangan oleh Pangeran Welang dari Karawang. Pangeran ini sangat sakti karena memiliki pedang Curug Sewu. Melihat kesaktian sang pangeran tersebut, Sunan Gunung Jati tidak bisa menandinginya walaupun telah dibantu oleh Sunan Kalijaga dan Pangeran Cakrabuana. Akhirnya sultan Cirebon memutuskan untuk melawan kesaktian Pangeran Welang itu dengan cara diplomasi kesenian.

Berawal dari keputusan itulah kemudian terbentuk kelompok tari, dengan Nyi Mas Gandasari sebagai penarinya. Setelah kesenian itu terkenal, akhirnya Pangeran Welang jatuh cinta pada penari itu, dan menyerahkan pedang Curug Sewu itu sebagai pertanda cintanya. Bersamaan dengan penyerahan pedang itulah, akhirnya Pangeran Welang kehilangan kesaktiannya dan kemudian menyerah pada Sunan Gunung Jati.

Pangeran itupun berjanji akan menjadi pengikut setia Sunan Gunung Jati yang ditandai dengan bergantinya nama Pangeran Welang menjadi Pangeran Graksan. Seiring dengan berjalannya waktu, tarian inipun kemudian lebih dikenal dengan nama Tari Topeng dan masih berkembang hingga sekarang
Dalam tarian ini biasanya sang penari berganti topeng hingga tiga kali secara simultan, yaitu topeng warna putih, kemudian biru dan ditutup dengan topeng warna merah. Uniknya, tiap warna topeng yang dikenakan, gamelan yang ditabuh pun semakin keras sebagai perlambang dari karakter tokoh yang diperankan.

Tarian ini diawali dengan formasi membungkuk, formasi ini melambangkan penghormatan kepada penonton dan sekaligus pertanda bahwa tarian akan dimulai. Setelah itu, kaki para penari digerakkan melangkah maju-mundur yang diiringi dengan rentangan tangan dan senyuman kepada para penontonnya.

Gerakan ini kemudian dilanjutkan dengan membelakangi penonton dengan menggoyangkan pinggulnya sambil memakai topeng berwarna putih, topeng ini menyimbolkan bahwa pertunjukan pendahuluan sudah dimulai. Setelah berputar-putar menggerakkan tubuhnya, kemudian para penari itu berbalik arah membelakangi para penonton sambil mengganti topeng yang berwarna putih itu dengan topeng berwarna biru. Proses serupa juga dilakukan ketika penari berganti topeng yang berwarna merah.


Uniknya, seiring dengan pergantian topeng itu, alunan musik yang mengiringinya maupun gerakan sang penari juga semakin keras. Puncak alunan musik paling keras terjadi ketika topeng warna merah dipakai para penari.

Setiap pergantian warna topeng itu menunjukan karakter tokoh yang dimainkan, misalnya warna putih. Warna ini melambangkan tokoh yang punya karakter lembut dan alim. Sedangkan topeng warna biru, warna itu menggambarkan karakter sang ratu yang lincah dan anggun. Kemudian yang terakhir, warna merah menggambarkan karakter yang berangasan (temperamental) dan tidak sabaran. Dan busana yang dikenakan penari biasanya selalu memiliki unsur warna kuning, hijau dan merah yang terdiri dari toka-toka, apok, kebaya, sinjang, dan ampreng.