Sabtu, 07 Maret 2015

PEMBUKAAN

Selamat datang di blog saya. Blog ini saya buat untuk memenuhi tugas Ujian Praktik TIK. Semoga anda tertarik dengan apa yang saya tawarkan di blog ini.
*TERIMAKASIH*

Jenis-jenis Topeng Menurut Asal Daerahnya

TOPENG CIREBON

Penduduk desa yang tersebar di sekitar Cirebon hanyalah pewaris dan bukan penciptanya. Penduduk desa ini adalah juga penerus dari para penari Keraton Cirebon yang dahulu memeliharanya. Penari-penari dan penabuh gamelan Keraton pada jaman penjajahan Belanda mata pencaharian semakin sulit sehingga harus mencari sumber hidupnya di rakyat pedesaan.

Topeng Cirebon yang semula berpusat di Keraton-keraton, kini tersebar di lingkungan rakyat petani pedesaan. Dan seperti umumnya kesenian rakyat, maka Topeng Cirebon juga dengan cepat mengalami transformasi-transformasi. Proses transformasi itu berakhir dengan keadaannya yang sekarang, yakni berkembangnya berbagai “gaya” Topeng Cirebon, seperti Losari, Selangit, Kreo, Palimanan serta berkembang di pelosok-pelosok Kecamatan antara lain : Klangenan, Plumbon serta Arjawinangun, sedangkan di Kota Cirebon sendiri sudah tergeserkan oleh kesenian yang lebih modern. Namun demikian masih terlihat adanya kultur Kraton yang mengajarkan adab kebangsawanan dalam pementasannya yang berbaur dengan kultur rakyat yang sederhana dilihat dari pakaian yang dikenakan para penarinya.
Dalam pengangkatan ceritera dalam pementasan adalah ceritera Panji dalam lima siklus karakter kehidupan, antara lain :
Panji–tahap kelahiran.
Samba ( Pamindo )–tahap kanak-kanak.
Rumyang–tahap dewasa.
Tumenggung ( Patih ) –tahap memperoleh kedudukan dalam masyarakat.
Ruwana ( Rahwana ) dan Klana–tahap manusia yang telah dikuasai berbagai nafsu.
Dalam pengangkatan karakter topeng sangat ter ekpresi oleh pola-pola gerakan tubuh para penari, sehingga tari topeng Cirebon ini sangat indah dalam pementasannya.
TOPENG JOGJA









Dalam pagelaran Wayang Wong yang di ciptakan oleh Hamengku Bhuwono I ( 1755-1792 ) dalam pengekspresian karakter gerak tari tokoh-tokoh wayang untuk peran kera dan raksasa dalam pentas Ramayana maupun Mahabharata pemainnya dilengkapi dengan pemakaian topeng, sedangkan untuk tokoh satria dan wanita tidak mengenakan topeng.

Dalam pementasan Wayang Orang Gedog punakawan Pentul dan Tembem mengenakan topeng separuh muka sehingga dapat berdialog secara leluasa tanpa mengangkat topeng. Lain halnya dengan pementasan ceritera Panji para pemainnya mengenakan topeng dengan cara agak direnggangkan sedikit sehingga pemain dapat mengucapkan antawacananya. Pada topeng gaya Yogyakarta kumis dibuat dengan cara menyungging warna hitam
TOPENG SURAKARTA 

Topeng gaya Surakarta hampir sama dengan gaya Yogyakarta hanya terdapat perbedaan pada kumisnya yang terbuat dari bulu. Tokoh punakawan Bancak dan Doyok juga mengenakan topeng separuh muka seperti gaya Yogyakarta


 TOPENG MALANG

Topeng Malang merupakan pementasan wayang Gedog yang dalam pertunjukannya mempergunakan topeng. Dalam perkembangannya di Kedungmoro dan Polowijen, Kecamatan Blimbing, Malang yang dikenal dengan sebutan Topeng Jabung. Dalam pementasannya mengetengahkan ceritera-ceritera Panji dengan tokoh-tokohnya seperti : Panji Inu Kertapati, Klana Swandana, Dewi Ragil Kuning, Raden Gunungsari, dll. Para penari mengenakan topeng dan menari sesuai dengan karakter tokoh yang dimainkan. Dalam pementasan dipergunakan tirai yang terbelah tengah sebagai pintu keluar/masuk para penarinya.

Maestro Topeng Malang, yang tetap melestarikannya adalah Mbah Karimun bersama istrinya Siti Maryam, dengan tetap melatih anak-anak kecil di lingkungannya untuk belajar membuat Topeng Malang dan tari Topeng Malangan.

Demikian pula Mbah Kari ( kelahiran Desa Jabung Malang,1936 ) dengan tekun memahat dan mengukir kayu untuk dibuat topeng. Ketekunan yang dilandasi oleh semangat pengabdian dan kesetiaan pada tradisi topeng yang diwarisi dari nenek moyangnya, walaupun di usia tuannya masih dengan penuh semangat melatih para penari usia muda, memberikan contoh ragam-ragam gerak tari topeng Malangan versi Jabung.

TOPENG BALI

Di Bali topeng juga adalah suatu bentuk dramatari yang semua pelakunya mengenakan topeng dengan cerita yang bersumber pada cerita sejarah yang lebih dikenal dengan Babad.
Dalam membawakan peran-peran yang dimainkan, para penari memakai topeng bungkulan (yang menutup seluruh muka penari), topeng sibakan (yang menutup hanya sebagian muka dari dahi hingga rahang atas termasuk yang hanya menutup bagian dahi dan hidung). Semua tokoh yang mengenakan topeng bungkulan tidak perlu berdialog langsung, sedangkan semua tokoh yang memakai topeng sibakan memakai dialog berbahasa kawi dan Bali.
Tokoh-tokoh utama yang terdapat dalam dramatari Topeng terdiri dari Pangelembar (topeng Keras dan topeng tua), Panasar (Kelihan - yang lebih tua, dan Cenikan yang lebih kecil), Ratu (Dalem dan Patih) dan Bondres (rakyat). Jenis-jenis dramatari topeng yang ada di Bali adalah :
Topeng Pajeganyang ditarikan oleh seorang aktor dengan memborong semua tugas-tugas yang terdapat didalam lakon yang dibawakan.
Topeng Sidakarya Di dalam topeng Pajegan ada topeng yang mutlak harus ada, yakni topeng Sidakarya. Oleh karena demikian eratnya hubungan topeng Pajegan dengan upacara keagamaan, maka topeng ini pun disebut Topeng Wali. Dramatari Topeng hingga kini masih ada hampir diseluruh Bali
Topeng Pancayang dimainkan oleh empat atau lima orang penari yang memainkan peranan yang berbeda-beda sesuai tuntutan lakon,
Topeng Prembon yang menampilkan tokoh-tokoh campuran yang diambil dari Dramatari Topeng Panca dan beberapa dari dramatari Arja dan Topeng Bondres, seni pertunjukan topeng yang masih relatif muda yang lebih mengutamakan penampilan tokoh-tokoh lucu untuk menyajikan humor-humor yang segar.
Nama Arja di duga berasal dari kata Reja (bahasa sansekerta) yang berarti keindahan. Arja adalah semacam opera khas Bali, merupakan sebuah dramatari yang dialognya ditembangkan secara macapat. Dramatari Arja ini adalah salah satu kesenian yang sangat digemari di kalangan masyarakat.
Arja diperkirakan muncul pada tahun 1820an, pada masa pemerintahan raja Klungkung I Dewa Agung Sakti. Tiga fase penting dalam perkembangan Arja adalah:
Munculnya Arja Doyong (Arja tanpa iringan gamelan, dimainkan oleh satu orang).
Arja Gaguntangan (yang memakai gamelan Gaguntangan dengan jumlah pelaku lebih dari satu orang).
Arja Gede ( yang dibawakan oleh antara 10 sampai 15 pelaku dengan struktur pertunjukan yang sudah baku seperti yang ada sekarang).



TOPENG DAYAK

Di daerah Kalimantan, suku Dayak menggunakan topeng dalam Tari Hudog yang sering dimainkan dalam upacara keagamaan dari kelompok suku Dayak Bahau dan Modang. Tari ini dimaksudkan untuk memperoleh kekuatan dalam mengatasi gangguan hama perusak tanaman dan mengharapkan diberikan kesuburan dengan hasil panen yang banyak. Topeng yang digunakan berwarna hitam, putih, dan merah yang melambangkan kekuatan alam yang akan membawa air dan melindungi tanaman yang mereka tanam hingga musim panen tiba.

Dapat kita lihat, betapa para ahli telah bekerja keras untuk menyelidiki dan mempelajari misteri dibalik topeng. Tetapi sampai saat ini masih tersisa beberapa pertanyaan yang belum menemukan jawaban. Tidak seorangpun dapat menjelaskan mengapa manusia merasa perlu menutupi wajahnya dengan topeng. Kita juga masih belum menemukan jawaban mengapa di sebagian besar adat suku tertentu tidak mengijinkan wanita menggunakan topeng. Dan begitulah misteri dibalik topeng, terus menerus menyelubungi.

Arti Topeng Dalam Kesenian Indonesia

   Arti dan asal-usul penggunaan istilah topeng di Indonesia dapat ditelusuri dari beberapa sumber pustaka dan catatan-catatan tempo dulu. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia tertulis topeng atau kedok adalah penutup muka yang terbuat dari kayu (kertas dan sebagainya) berupa orang, binatang dan sebagainya (Poerwadarminta, 1997: 1087). Sedangkan dalam Ensiklopedia Indoensia dijelaskan dalam Bahasa Jawa, topeng bearti kedok yaitu hasil seni ukir, berupa kedok atau penutup wajah, lazimnya dari kayu berwujud tokoh legendaris, wayang dan sebagainya. “Pada umum raut muka pada topeng dibentuk karakteristik (dilebih-lebihkan untuk memperoleh citra yang berkesan” (Shaddly, 1984: 2359). Menurut kata sifat topeng ialah sikap kepura-puraan untuk menutupi maksud yang sebenarnya (Prayitno, 1999: 111).

Kata Topeng dalam Ensiklopedia Tari Indonesia berasal dari kata “tup” yang bearti tutup. Kemudian karena gejala bahasa yang disebut pembentukan kata (formative form) kata tup ini ditambah dengan kata “eng” yang kemudian menjadi tupeng. Tupeng kemudian mengalami beberapa perubahan sehingga menjadi “topeng” kata lain dari topeng di Indonesia dalam bahasa Sunda adalah kedok yang berdekatan dengan wedak sebagai sesuatu yang diletakkan pada muka seseorang (Ensiklopedia Tari Indonesia, 1986: 1996-1997).
Buku pertama yang digunakan penulis dalam mengkaji arti dan fungsi topeng adalah buku karya Maman Suryaatmadja berjudul Topeng Cirebon (1980). Menurutnya secara etimologis kata topeng terbentuk dari asal kata: ping, peng, pung dan sebagainy yang artinya ” bergabung ketat kepada sesuatu” (1980: 27).
Istilah lain yang berkaitan dengan kata topeng diantaranya terdapat dalam bahasa Sunda tepung (bertemu atau bersambung), napel (melekat, menempel). Dalam bahasa Bali tapel atau topeng artinya terbentuk dari asal kata pel yang bearti melekat pada sesuatu; menempel pada sesuatu. Di daerah Lampung Selatan dikenal istilah “tuping” yang merupakan gabungan dari kata tup (artinya tutup) dan kata pung (artinya merapatkan pada sesuatu atau menekan kepadanya).
Dalam kepustakaan Jawa dan Jawa Tengahan seperti kitab Negara Kertagama (1365 M) dikenal istilah “raket” yang menjelaskan sesuatu permainan tari topeng. Dalam kidung sunda disebut istilah “patapelan” menunjukan kepada pegelaran drama tari topeng, dalam pararaton terdapat istilah “tapuk” dan “anapuk” artinya menari topang (Suryaatmadja, 1980: 27).
Menurut Soedarsono istilah topeng berakar dari kata tapuk yang berarti topeng. Tapuk secara harfiah berarti “menampar” dan biasanya yang dikenai adalah muka. Oleh karena itu, Soedarsono berkeyakinan bahwa matapukan berarti menyajikan tari topeng dan hatapukan berarti penyaji tari topeng.
Untuk sumber kedua yang digunakan penulis adalah tesis karya Usep Kustiawan yang berjudul Topeng Sebagai Bentuk Seni Rupa dalam Kesenian Tradisional Cirebon, dalam tesis tersebut dikatakan bahwa istilah topeng dalam kaitannya dengan asal kata tapuk dan tapel yang berhubungan dengan drama tari topeng terdapat dalam beberapa prasasti dari abad ke-9 seperti pada prasasti Wahara Kuti (840 M) terdapat istilah “atapukan” artinya topeng atau petugas yang berkuasa tentang pertunjukan topeng. Pada prasasti Candi Perot (850 M) tertulis kata “manapel” berasal dari kata tapuk atau tapel yang berarti topeng. Pada prasasti Bebetin (896 M) terdapat kata “patapukan” yang berarti perkumpulan topeng. Pada prasasti Mantiasih (904 M) terdapat istilah “matapukan” dan “manapukan” yang artinya berhubungan dengan penyajian drama dari topeng (Kustiawan, 1996: 32).
Memperhatikan asal-usul istilah topeng dan pemakaian asal kata tapuk dan tapel mengarah pada pengertian penutup muka. Maka dapat disimpulkan bahwa pengetian topeng adalah penutup muka hasil seni ukir berbentuk wajah manusia atau binatang yang terbuat dari kayu, logam, kertas dan sebagainya.

PENGERTIAN TENTANG TOPENG

    Topeng adalah benda dari kertas, kayu, plastik, kain, atau logam yang dipakai menutup wajah seseorang. Topeng telah menjadi salah satu bentuk ekspresi paling tua yang pernah diciptakan manusia. Pada sebagian besar masyarakat dunia, topeng memegang peranan penting dalam berbagai sisi kehidupan, karena menyimpan nilai-nilai magis dan juga religis. Peranan topeng yang besar sebagai simbol-simbol khusus dalam berbagai uparaca dan kegiatan adat.

Wujud topeng yang diekspresikan oleh manusia pada awalnya adalah untuk upacara keagamaan, dan kemudian diekspresikan juga melalui bentuk atraksi untuk menyertai berbagai ritual tertentu. Topeng di berbagai daerah umumnya dapa berupa aktifitas penghormatan berupa adegan sesembahan (pemujaan) atau memperjelas watak (karakter) tertentu dalam sajian seni pertunjukan. Bentuk topeng bermacam-macam, hal ini disebabkan oleh prilaku adaptif dari manusia yang mengimitasi berbagai objek, misalnya menggambarkan binatang dalam bentuk atraksi ritual ‘perburuan’, menggambarkan roh-roh atau mahluk-mahluk mitolisi tertentu. Pada perkembangannya, topeng lebih sepesifik juga menggambarkan watak manusia, dan tempramental emosionalnya, seperti: marah, ada yang lembut, dan adapula yang kebijaksanaan.
Kehidupan masyarakat modern saat ini menempatkan topeng sebagai salah satu bentuk karya seni. Tidak hanya karena artistik, tetapi juga menyimpan nilai-nilai yang bersifat simbolis. Karena topeng dalam kehidupan ini telah menunjukan sesuatu yang bersifat esensial yaitu menyembunyikan ‘wajah’ asali dari seseorang. Artinya wajah seseorang memang sengaja tidak boleh diperlihatkan secara umum. Hal ini sangat jelas diturunkan oleh konsep yang bersifat transendental (tuhan). Alam transendental dalam berbagai pemahaman religius menunjukan aspek ‘ketabuan’, bahwa tidak ada yang dengan sengaja berani atau mampu menggambarkan ‘wajah’ sifat transendental. Sehingga konsep tentang ‘Dewa Raja’ sangat ditabukan untuk ditatap langsung oleh rakyat. Demikian juga rakyat, pada umumnya rakyat juga tidak diperkenankan untuk menatap langsung ‘raja’, oleh karena itu untuk menunjukan kepatuhan seringkali rakyat yang menghadap raja selalu mengenakan topeng, atau sengaja ditutup dengan topeng tertentu. Aspek yang dianggap tabu itu mengakibatkan mendasari berbagai konsep kesenian etnik, bahwa jika orang yang tampil di atas penggu selalu mengenakan topeng, atau membuat sikapnya berubah dan bertentangan (paradox) dengan watak aslinya.
Pengertian yang paling mendasar dari ‘topeng’ adalah benda menutup wajah agar dapat mengubah atau membentuk karakteristik wajah yang baru. Penyimpanan wajah asli ini dimaksudkan sebagai simbol, bahwa aspek yang sesungguhnya sifat selalu disembunyikan agar tidak sesegera mungkin di ketahui oleh orang lain, bahkan banyak orang yang sengaja mencari wajah baru yang membuat dirinya tampil seperti apa yang dipikirkan.

AKTIVITAS INDUSTRI KERAJINAN TOPENG KAYU DI DESA

AKTIVITAS INDUSTRI KERAJINAN TOPENG KAYU DI DESA WISATA BOBUNG, KECAMATAN PATUK, GUNUNGKIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

     Suatu industri akan berlangsung dengan baik apabila ada faktor-faktor pendukung produksinya yaitu modal, bahan baku, bahan pelengkap, tenaga kerja dan transportasi. Aktivitas industri kerajinan topeng kayu di Dusun Bobung adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengusaha berupa proses pembuatan topeng kayu sampai dengan pemasaran hasil produksi topeng kayu yang tujuannya untuk meningkatkan pendapatan perekonomian pengusaha. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan daerah pemasaran hasil produksi industri kerajinan topeng kayu meliputi empat propinsi yaitu, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Propinsi DKI Jakarta, Propinsi Jawa Tengah, dan Propinsi Bali. Pendapatan yang berasal dari industri kerajinan topeng kayu memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan total pengusaha yaitu lebih dari 50%. Terdapat 4 dari 5 faktor yang mempengaruhi nilai produksi dan 1 faktor tidak mempengaruhi faktor produksi yaitu bahan tambahan.

Topeng Kayu Batik Dan Harganya

   Topeng batik kayu ini terbuat dari kayu plempu. Kami memproduksi souvenir topeng batik kayu ini menjadi 3 ukuran, yaitu ukuran S, M dan L. 100% dibuat handmade.
Bahan baku yang kami gunakan adalah kayu plempu karena karakteristik kayu plempu sendiri bisa menyerap malam batik sehingga tinta untuk membatik bisa menempel pada kayu. Topeng kayu batik ini sangat cocok dijadikan sebagai souvenir pernikahan, hiasan dinding hotel ataupun restoran.
Segera hubungi kontak kami dibawah ini untuk melakukan pemesanan

Jual Topeng Batik

Kami memiliki 2 model topeng batik untuk ukuran M, L dan XL.
· Ukuran M : 18cm x 14,5cm x 10cm, harga : Rp 30.000,-
· Ukuran L : 23cm x 17,5cm x 11cm, harga : Rp 45.000,-
· Ukuran XL : 29cm x 22cm x 13cm, harga : Rp 60.000,-
Dari masing masing ukuran itu, ada 2 tipe topeng, yaitu Topeng Panji dan Topeng Merak. Alangkah lebih bagus untuk topeng ini dipajang berpasangan.
Gambar topeng panji adalah sebagai berikut :
Topeng Batik Kayu
Topeng Batik Kayu Model Panji
Untuk topeng merak adalah sebagai berikut :
Topeng Batik Kayu

Topeng Batik Kayu Murah dan Unik

Kami memproduksi topeng ini membutuhkan waktu maksimal 2 minggu untuk pemesanan sejumlah 100 – 300 pcs topeng. Jadi jika anda ingin memesan dalam jumlah banyak, jangan lupa diperhatikan juga lama waktu pembuatan. Apabila ingin melakukan pemesanan kami menerapkan sistem DP dulu 50% dari total semua pembelian. Setelah melakukan DP maka pesanan anda bisa langsung saya kerjakan.
Topeng kayu ini juga bisa dibubuhkan tambahan nama anda dengan dibatik. Cukup menambah Rp 500,-

Jumat, 06 Maret 2015

Sejarah Lahirnya Seni Topeng

   Manusia pada jaman kehidupan primitif masih mempunyai sifat-sifat kehidupan yang sederhana, dan masih tebal kepercayaannya kepada roh-roh halus. Sifat kehidupan mereka terlukis pada karya-karya topeng yang mereka ciptakan. Kepercayaan mereka pada roh-roh pada waktu itu diungkapkan lewat bentuk-bentuk hidung, mulut, dan mata topeng dengan gaya yang masih sederhana. Hal ini disebabkan hidung, mulut, dan mata itu dianggapnya mempunyai sifat-sifat tertentu, misalnya sifat magis, menakutkan, sakti, dan sebagainya. Jadi sifat itu merupakan gambaran rohani mereka yang mendorong untuk melandasi ciptaannya.
Kemudian pada perkembangannya masyarakat dijaman selanjutnya, seni topeng berkembang menjadi permainan anak-anak. Semula untuk membuat topeng semacam itu anak-anak hanya mencoretkan langsung pada muka anak-anak yang lain. Perkembangan selanjutnya coret-coret dipindahkan pada bentuk lain. Misalnya pada tempurung kelapa, kayu dan sebagainya, kemudian topeng permainan anak-anak itu mendapat pengaruh dari raja-raja (keraton) dan selanjutnya dikembangkan dibawah kekuasaan mereka. 

Masuknya kebudayaan hindu Indonesia, dan kemudian disusul pengaruh islam ke Indonesia maka kedua kebudayaan itu ternyata mampu membentuk suatu kebudayaan Indonesia (khususnya di Jawa dan Bali) menjadi kebudayaan klasik. Maka bermula dari topeng jenis permainan anak-anak dipengaruhi juga oleh dua kebudayaan asing tersebut. Akhirnya terjadilah seni topeng klasik, kemudian topeng tersebut dipergunakan sebagai penutup muka penari pada drama tari klasik. Disamping itu topeng juga untuk menggambarkan karakter-karakter tokoh dalam lakon atau cerita misalnya cerita Ramayana, Mahabarata dan lain-lain. Perkembangan seni topeng yang kreatif tadi didasari oleh seni topeng warisan nenek moyang yang disesuaikan kepribadian masing-masing pencipta. Sehingga kemudian pada corak topeng banyak tampak baik unsur bentuk, goresan-goresan maupun unsur warna. Karena topeng yang lama merupakan inspirasi untuk mewujudkan topeng kreasi baru.

Sejarah Lahirnya Seni Topeng
1.  Lahirnya Topeng Primitif
Dijaman prasejarah kehidupan nenek moyang kita masih primitif dan sederhana. Manusia masih tebal sekali kepercayaannya terhadap beberapa kehidupan roh-roh halus. Mereka beranggapan bahwa di samping kehidupan mereka di dunia ini. Masih ada kehidupan lain yang ada diluar kehidupan mereka yaitu kehidupan makhluk-makhluk halus. Makhluk-makhluk ada yang mempunyai sifat-sifat jahat, sakti ataupun mempunyai sifat baik. Kekuatan sakti yang khayali, alam mimpi berada dalam nurani nenek moyang kita, maka mereka mendapat keselamatan dari roh-roh nenek moyang itu. Mereka perlu menghormati roh-roh dari orang yang meninggal pada masa hidupnya mendapatkan kepercayaan besar, dianggapnya roh itu dapat menjelma kembali di dunia ini dan manusia masih memerlukan keselamatan dari roh tersebut. Seperti halnya waktu orang tersebut masih hidup. Terutama roh-roh dari kepala suku mereka sedang penjelmaan kembali roh-roh itu di dunia dapat dibantu oleh batu-batu besar, pohon-pohon besar dan sebagainya. Disamping pada benda-benda alam, manusia menciptakan juga berbagai bentuk perwujudan misalnya roh nenek moyang dan benda-benda pemujaan lainnya, ini dimaksudkan agar benda ciptaan mereka tersebut dapat menjelma roh-roh itu atau merupakan tempat penitisan dari kekuatan sakti maupun dewa-dewa. Disamping arwah nenek moyang kita juga membuat bentuk-bentuk topeng sebagai gambaran atau perlambangan roh-roh halus. Hal ini dimaksudkan bahwa unsur muka meperti mata, gigi, hidung mempunyai sifat kekuatan yang magis dan sakti maka nenek moyang kita menciptakan bentuk-bentuk topeng yang magis sebagai lambang perwujudan roh-roh halus  lambang kekuatan sakti serta hal-hal yang khayali lainnya ada suatu pendapat bahwa dorongan lahirnya seni telah disimpulkan oleh Salmon Reimoch dalam bukunya My The Cultus Et Relegius. Disini dinyatakan bahwa kehadiran seni adalah guna mendapatkan tenaga-tenaga gaib, yang membantu untuk keperluan berburu dan lain sebagainya. Pendapat ini diperkuat oleh S. Godeon yang menyatakan bahwa seni merupakan jalan atau cara yang lazim untuk mendapatkan kekuatan dalam memperoleh kekuatan.
Topeng warisan nenek moyang setelah selidiki ternyata topeng itu mengandung nilai seni, sekaligus merupakan bagian dari seni rupa. Jadi jelaslah bahwa lahirnya seni topeng di jaman kehidupan  nenek moyang adalah karena dorongan rohani untuk tujuan-tujuan tertentu. Kemudian topeng dipergunakan sebagai alat perantara untuk berkomunikasi antara manusia dengan hal-hal yang ada diluar jangkauan manusia, yaitu kehidupan roh-roh halus. Sebagai contoh ialah ada beberapa topeng untuk keperluan upacara agama, upacara kematian dan ada juga topeng yang dipergunakan untuk keperluan seni tari yang bersifat magis atau sebagai lambang penolak yang jahat dan sebagainya.
Di Kalimantan terdapat topeng untuk upacara kematian yang disebut “Tiwah” terdapat di daerah sungai sampit.
Begitulah proses penciptaan topeng primitif sebagai pelambangan roh-roh halus atau sebagai penghubung antara manusia dengan alam ghaib.
 menurut Drs. Gudaryono
Apabila topeng prehistoric lahir dengan dorongan rohani, sedang topeng klasik berbeda halnya ialah bahwa topeng klasik berbentuk atas dasar penokohan yang erat sekali hubungannya dengan lakon-lakon dalam cerita Panji, Mahabarata, dan Ramayana. Sedang cerita rakyat ialah cerita tentang binatang-binatang seperti barong, randa, dewa dan sebagainya.
Melalui lakon-lakon dalam cerita tersebut didalamnya terdapat tokoh-tokoh yang banyak jumlahnya dan bermacam-macam sifatnya. Maka timbul suatu ide untuk membuat bentuk perwujudan watak atau karakter yang berbeda, yang sesuai dengan tokoh-tokohnya. Jadi karakter wajah-wajahnya diciptakan dengan ekspresi jiwa setiap tokohnya.
Menurut Raden Panji Koesoemowardoyo dan Reden Ngabei Reksoprojo pada “ Pengantar Koleksi Topeng ke Pameran Kolonial di Amsterdam (1883), diterangkan mengenai sejarah terjadinya topeng, bahwa pada permulaannya ada sembilan tokoh topeng yang melambangkan tokoh dari pemain wayang. Sembilan tokoh itu adalah :
1.    Klono Prabujoko, tokoh ini menggambarkan tokoh Bimo kusen
2.    Klono alus atau klono trijaya, menggambarkan tokoh wayang bolodewa
3.    Panji kesatrian, topeng ini menggambarkan bentuk arjuno
4.    Kartolo, topeng ini melambangkan tokoh Bimo
5.    Gunungsari, dalam bentuk sombo
6.    Condrokirono, dalam bentuk sembodro
7.    Kumudananingrat, melambangkan tokoh srikandi
8.    Temben, topeng ini melambangkan tokoh semar
9.    Pentul dalam bentuk baneak
Salah seorang tokoh membuat topeng pada waktu itu adalah Pengeran Adipati Saudara Sunan Pakubuwono ke IV. Dialah yang menyamakan tokoh Klono dengan Bimo Kusen.
2. Topeng Jawa Tertua
Ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa topeng ini mengambil dari cerita-cerita mithe atau cerita-cerita panji. Hal ini ada kemungkinannya karena topeng-topeng jawa yang tertua itu lebih tuah dari pada pengaruh hindu maupun islam. Tertua disini dimaksudkan bahwa topeng itu lahir sesudah prohistoris kemudian setelah terdapat pengaruh hindu dan islam baru memakai klasik. Topeng jawa tertua (sejak yang pertama kali) masih bersifat sederhana, yaitu belum sempurna  topeng-topeng sesudahnya, seperti topeng klasik yang sampai sekarang masih banyak di dalam kehidupan kesenian Jawa dan Bali.
Mula-mula topeng hanya terdapat pada permainan anak-anak terdapat dari beberapa warna yang dicoretkan langsung pada wajah. Kemudian perkembangannya, warna itu dipindahkan pada benda lain, misalnya pada tempurung kelapa, kayu dan sebagainya.
Kemudian seni patung masuk ke dalam kekuasaan raja-raja atau keraton dan mendapatkan kesempurnaan dan seterusnya sampai datangnya kebudayaan hindu dan islam di Indonesia, mengakibatkan perkembangan penyempurnaan  lagi pada seni topeng hingga mencapai jaman keemasan dan akhirnya mencapai klasik.
Menurut penyelidikan Pigenud topeng yang pertama masih berupa permainan anak-anak yang disebut “ Nidok” dan nyuk-nyuk” yang terdapat di daerah jawa permainan nidok adalah topeng dengan beberapa warna yang dicoretkan langsung pada wajah. Sedang nyuk-nyuk adalah topeng yang menggunakan tempurung kelapa yang diolesi beberapa warna. Bentuk coretannya masih sederhana. Bentuk itulah yang dipergunakan sebagai tutup wajah pada permainan tersebut.
3. Pengaruh Jaman Islam dan Seterusnya
Bentuk-bentuk topeng nidok dan nyuk-nyuk inilah yang diperkirakan masih asli, yaitu yang pertama kali merupakan bentuk topeng dan bentuk-bentuk topeng asli yang diperkirakan lahir sekitar abad ke III.
Kemudian topeng yang tertua berkembang yang pertama kali dipikirkan oleh Sunan Kalijogo dan kemudian  perkembangan topeng mengikuti bentuk-bentuk wayang gedog. Wayang gedog adalah gambaran dalam bentuk tubuh seutuhnya mencakup dari seluruh anggota badan . Sedang topeng-topeng penggambaran wajah saja menurut Sunan kalijogo ada sembilan macam tokoh topeng, meliputi :
1.    Panji Kesatrian
2.    Condro Kirono
3.    Gunung Sari
4.    Andogo
5.    Raton
6.    Klono
7.    Pandowo
8.    Bencok, yang sekarang disebut temben
9.    Turus, yang sekarang disebut penthul
Dengan pakaian-pakaian antara lain pakaian dari tokoh topeng pria yang terdiri dari :
-       Tekes adalah bentuk mahkota dengan rambut yang dibentuk seperti kipas
-       Sumping
-       Celana panjang
-       Sonder atau selendang
-       Keris
Sedang pakaian tokoh topeng wanita terdiri dari :
-       Sarung
-       Kemben
-       Sonder
-       Sunping
-       Tekes
Penari topeng yang memakai topeng tersebut menari gerak-gerik sesuai dengan karakter atau watak tokohnya. Pada perkembangannya ini sudah mulai ditokohkan dalam lakon begitu pula cerita-ceritanya seperti Ramayana dan mahabarata atau cerita panji. Cerita Ramayana berasal dari hindu sedangkan cerita panji berasal dari pengaruh kebudayaan islam. Kebudayaan hindu dan islam turut membentuk perkembangan topeng, sehingga mencapai bentuk topeng klasik. Bentuk topeng-topeng disempurnakan pada jaman pengaruh islam pada jaman Sunan Kalijaga kemudian masuk pada kekuasaan raja-raja atau keraton tetapi dasar penciptaannya didasarkan pada wayang purwo. Pada buku Art in Indonesia, tari topeng yang pertama diciptakan oleh Sunan Kalijaga. Beliau merupakan seorang Wali ke 9 pada abad ke XII.
Dalam perkembangan topeng untuk pertunjukan sudah jarang sekali nampak (dipentaskan) penyebabnya adalah karena tidak populernya wayang yang bertopeng. Setelah abad XX orang lebih suka wayang wong tanpa topeng. Hal ini mengakibatkan topeng tidak produktif lagi.

Kesimpulan
Kesimpulan seni topeng ternyata mengandung arti yang penting. Kalau dilihat dari asal usul topeng juga tidak luput dari pengaruh budaya hindia maupun islam yang turut andil dalam perkembangannya. Mudah-mudahan artikel pendek ini bias memberikan manfaat dalam mengembangkan khususnya topeng sehingga topeng tidak dilupakan.